Penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) BRI mencapai Rp1.290,29 triliun, tumbuh 13,21% yoy. DPK utama BRI masih dikuasai oleh dana murah (CASA) yang mencapai 63,64% atau Rp821,14 triliun.
Giro BRI menjadi penopang terbesar pertumbuhan DPK, tumbuh 28,12% yoy. Kinerja Giro BRI ini adalah hasil dari strategi BRI yang mengoptimalkan value chain melalui wholesale transaction banking dan digitalisasi dengan platform Qlola yang mengintegrasikan berbagai fitur unggulan.
BRI Group juga mencatatkan pertumbuhan sebesar 12,19% yoy pada pendapatan fee-based income (FBI) hingga mencapai Rp15,56 triliun. Pendapatan ini sejalan dengan pertumbuhan volume transaksi Super Apps BRImo sebesar 66,87% yoy dan jumlah pengguna yang mencapai 29,8 juta pengguna. Selain itu, pertumbuhan pendapatan fee-based income BRI juga didorong oleh bisnis AgenBRILink, yang mengintegrasikan ekonomi berbagi bersama masyarakat.
Dalam hal operasional, transformasi digital yang diterapkan oleh BRI berhasil meningkatkan efisiensi bisnis BRI. Ini terlihat dari peningkatan rasio BOPO (Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional) dan CIR (Cost to Income Ratio) yang semakin membaik, yakni dari 68,36% menjadi 68,07% dan dari 42,55% menjadi 41,28%, dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya.
Dukungan likuiditas dan permodalan yang kuat memperkuat kemampuan BRI dalam menghadapi risiko dalam pengelolaan bank serta memperkokoh pertumbuhan bisnis BRI dalam penyediaan layanan keuangan, pembiayaan, dan pemberdayaan UMKM.
Ini tercermin dalam rasio LDR (Loan to Deposit Ratio) yang terjaga di level 87,76% dan CAR (Capital Adequacy Ratio) sebesar 27,48%, jauh di atas ketentuan regulator. Kondisi likuiditas yang sehat dan modal yang kuat akan membantu BRI untuk mengantisipasi berbagai risiko utama dalam pengelolaan bank dan mendukung pertumbuhan bisnis dengan fokus pada penyediaan layanan keuangan, pembiayaan, dan pemberdayaan UMKM.
Sunarso juga menjelaskan strategi BRI untuk pertumbuhan berkelanjutan. Terdapat dua strategi utama yang digunakan untuk mencapai tujuan tersebut. Pertama, adalah meningkatkan kelas nasabah eksisting melalui berbagai program pemberdayaan dan pendampingan. Strategi kedua adalah mencari sumber pertumbuhan baru dengan mengejar segmen ultra mikro melalui holding ultra mikro yang dilakukan bersama PNM dan Pegadaian.
Dalam upaya meningkatkan kelas nasabah eksisting, BRI telah melaksanakan berbagai program pemberdayaan. Program "Desa BRILian" telah melibatkan 2.843 desa binaan di seluruh Indonesia hingga akhir September 2023. Desa-desa ini menerima beragam pelatihan dari BRI untuk meningkatkan kapabilitas perangkat desa, pengurus Badan Usaha Milik Desa (BUMDes), dan pelaku UMKM di desa.
Baca Juga: Soal Essay tentang Sumpah Pemuda Beserta Jawabannya, dengan Tema 2023: Bersama Majukan Indonesia
Selain itu, program "klasterku hidupku" telah memberdayakan 18.685 klaster usaha di seluruh Indonesia. Setidaknya, klaster-klaster ini telah menerima 1.411 pelatihan dan literasi serta 391 bantuan sarana prasarana produksi. BRI juga telah mendirikan 54 Rumah BUMN, yang mendukung lebih dari 400 ribu pelaku UMKM dan telah melaksanakan lebih dari 11 ribu pelatihan.
Dalam hal pertumbuhan melalui holding ultra mikro (UMi), hingga September 2023, Holding UMi telah berhasil mengintegrasikan lebih dari 37,3 juta nasabah peminjam, tumbuh sekitar 17,3% yoy dengan outstanding kredit dan pembiayaan mencapai Rp614,9 triliun, tumbuh 9,5% secara yoy.
Sunarso mengakhiri dengan optimisme bahwa BRI akan menutup tahun 2023 dengan kinerja yang mengesankan, dengan fokus pada pertumbuhan yang berkelanjutan untuk memperkuat BRI dan memberikan kontribusi positif bagi Indonesia.***
