Kedudukannya yang lebih rendah dari Datu Maharaja menandakan tingkat otonomi dan kendali yang dimilikinya dalam menjalankan pemerintahan di wilayah Mandala yang dipimpinnya.
Baca Juga: Naskah Drama Keong Mas 6 Orang, Istana di Kerajaan Fantasia
Konsep monarki kedatuan dalam Sriwijaya memiliki akar sejarah yang dapat ditelusuri melalui catatan-catatan tertulis, terutama prasasti-prasasti dari masa kerajaan Sriwijaya pada abad ketujuh.
Istilah Datu atau Kadatuan berasal dari catatan tertulis tersebut, ditemukan di daerah Telaga Batu di Palembang dan Kota Kapur Pulau Bangka.
Makna dari Kadatuan atau kedatuan dapat diartikan sebagai "kedudukan atau kediaman Datu."
Istilah ini memiliki keterkaitan dengan gelar-gelar lain seperti Ratu dan Latu dalam bahasa Melayu Kuno.
Dengan demikian, istilah Kadatuan mencerminkan sistem kepemimpinan yang unik dan khas bagi Sriwijaya.
Meskipun Sriwijaya tidak dianggap sebagai kerajaan, peran dan pengaruhnya dalam sejarah maritim Nusantara tidak dapat dipandang sebelah mata.
Dengan menerapkan sistem monarki kedatuan, Sriwijaya membentuk struktur pemerintahan yang efisien dan terorganisir untuk mengelola wilayah maritimnya.
Jejak sejarah Sriwijaya sebagai kedatuan tetap menginspirasi dan mengajarkan kita tentang kompleksitas dan keberagaman sistem pemerintahan di masa lampau.***