ASPIRASIKU – Agar tepat dalam penanganan kasus kekerasan seksual yang terjadi, Kasubdit V Dirtipidum Bareskrim Polri, Kombes Pol, Jean Calvijn Simanjuntak minta aparat yang berugas menyidik untuk mengikuti pelatihan khusus.
Hal tersebut dikatakan jean dalam acara Konsultasi Publik DIM RUU TPKS dengan K/L, Masyarakat Sipil, dan Akademisi yang diikuti secara virtual di Jakarta.
“Agar aparat penegak hukum (APH) yang dimaksud adalah memiliki kompetensi dan mengikuti pelatihan. Ini memang harus dilaksanakan,” katanya dikutip Aspirasiku dari humas.polri.go.id.
Hal itu sangat penting untuk menghindari reviktimisasi (kondisi dimana seorang korban menjadi korban kembali) karena aparat yang kurang memiliki sensitif gender.
Hal itu dijelaskan nya karena penegakan kasus kekerasan seksual sesuai (RUU TPKS) tidak menitik-beratkan pada kondisi terciptanya keadilan dan keseimbangan bagi pelaku tindak pidana serta korbannya sendiri atau restorative justice.
Terkait alat bukti dalam RUU TPKS, menurut dia, terdapat beberapa perluasan yakni berupa informasi atau dokumen elektronik, keterangan saksi atau korban pada tahap penyidikan melalui perekaman elektronik, dan keterangan saksi korban.
“Kemudian ada juga dimasukkan keterangan saksi korban sudah cukup membuktikan terdakwa bersalah. Hal ini tentunya disertai dengan alat bukti sah lainnya dan keyakinan hakim,” katanya.
Darinya juga mengajak psikiater dan psikolog agar melapor jika diketahui terdapat kasus kekerasa seksual pada klien yang ditanganinya.
Pasalnya, fenomena dalam kasus kekerasan seksual seperti gunung es.
Baca Juga: Ganjar Pranowo Akhirnya Kunjungi Desa Wadas dan Berdialog dengan Warga, Ini Pesannya
Dimana suatu masalah tidak nampak parah atau mendesak untuk diselesaikan, karena hanya sebagain kecil dari masalah itu yang muncul dan terlihat, namun jika ditelitik lebih dalam permasalahan nya sangat parah. ***