Fakta Mengejutkan di Persidangan
Selama persidangan, terungkap bahwa Fajar merekrut para korban melalui aplikasi daring Michat dan menggunakan perantara untuk mencari anak di bawah umur. Salah satu korban bahkan baru berusia 5 tahun.
Perbuatan keji itu dilakukan di sejumlah hotel di Kota Kupang antara Juni 2024 hingga Januari 2025. Barang bukti digital dan rekaman video memperkuat dakwaan jaksa terhadap Fajar.
Sidang perdana perkara ini digelar pada 30 Juni 2025 dan langsung menarik perhatian publik karena status terdakwa sebagai aparat penegak hukum.
Jaksa memastikan proses hukum berjalan tanpa kompromi dan berpihak pada korban.
Komnas HAM: Ada Relasi Kuasa dan Pelanggaran HAM Berat
Kasus ini turut menjadi perhatian Komnas HAM, yang menemukan adanya dugaan relasi kuasa antara pelaku dan korban.
Komisioner Komnas HAM, Uli Parulian Sihombing, menyebut terdapat tujuh temuan penting, termasuk indikasi eksploitasi dan perekaman aktivitas asusila tanpa persetujuan korban.
“Komnas HAM memberikan perhatian atas kasus tindak pidana kekerasan seksual dan eksploitasi terhadap anak yang dilakukan oleh mantan Kapolres Ngada terhadap setidaknya tiga orang,” ujar Uli dalam pernyataannya, Maret 2025.
Komnas HAM menilai tindakan Fajar merupakan pelanggaran berat terhadap hak anak untuk mendapatkan perlindungan dan rasa aman, terlebih karena pelaku menggunakan jabatan dan pengaruhnya untuk melakukan eksploitasi.
Baca Juga: Menkeu Purbaya: Soeharto Bertahan 32 Tahun karena Mampu Kendalikan Inflasi
Luka yang Tak Mudah Pulih
Hukuman berat terhadap Fajar Widyadharma menjadi simbol bahwa tidak ada pihak yang kebal hukum, bahkan aparat penegak hukum sekalipun.
Namun bagi para korban, luka yang ditinggalkan tidak akan mudah sembuh.