“Awalnya saya ragu, saya merasa belum pantas. Tapi setiap kali lihat Ibu, saya tahu ini yang harus saya lakukan,” tambahnya lirih.
Suasana haru mengiringi hari-hari jelang keberangkatan. Di sela manasik haji, hingga detik keberangkatan, air mata keluarga dan kerabat mengalir menyaksikan Pitta dan Pahrul berpamitan.
Baca Juga: Beasiswa Jalur SM-ITB 2025, CEK Persyaratannya di Sini
Di tangan Bu Pitta, sebuah kenangan digenggam erat: foto sang suami yang tak bisa hadir secara fisik, namun diyakini tetap membersamai.
“Bapak tetap berangkat, lewat Pahrul,” ucap Bu Pitta pelan namun penuh keyakinan.
Bagi mereka, ibadah haji kali ini bukan hanya menyempurnakan rukun Islam.
Lebih dari itu, ini adalah perjalanan cinta yang tak lekang oleh waktu, pengabdian seorang anak kepada orang tua, dan bentuk keyakinan bahwa meskipun tubuh sang ayah tiada, ruh dan niat sucinya tetap mengiringi langkah mereka di Tanah Suci.
“Haji tahun ini bukan hanya soal menyempurnakan rukun Islam, tapi juga menyempurnakan niat bapak,” tutup Pahrul, menatap langit yang seakan membawa salam dari Tanah Haram.***