ASPIRASIKU – Hari ini telah memasuki bulan kedua sejak dimulainya perang Israel dan Hamas di Gaza, Palestina.
Perang antara Israel dan Hamas ini telah memakan korban jiwa melebihi 10.000 orang, menurut laporan Al Jazeera.
Diketahui sebelum perang Israel dan Hamas pecah, seorang petinggi politik di Israel telah menyampaikan beberapa poin terkait “masa depan Palestina.”
Baca Juga: Sebutkan Contoh Perubahan Masyarakat dalam Bidang Sosial Budaya Akibat Kemajuan Teknologi
Seperti disampaikan oleh Amira Hass, jurnalis Israel yang tinggal di Gaza dan Tepi Barat, dan meliput di sana selama 30 tahun terakhir.
Hass yang melakukan wawancara dengan Democracy Now mengatakan bahwa “Pemerintah Israel menjalankan program politik sayap kanan yang sangat fasis, mesianik, religius.”
Program politik itu dipimpin oleh Bezalel Smotrich dan pada tahun 2017 telah menyatakan bahwa ia memiliki rencana untuk Palestina.
Baca Juga: CATAT! Jadwal Timnas Indonesia U-17 di Piala Dunia U-17 Pada November 2023
Rencana itu telah di-‘tawarkan’ kepada rakyat Palestina. Pertama, “Anda menyerah dan menerima bahwa Anda tidak akan pernah memiliki negara, Anda tidak akan pernah bebas.
Hak Anda untuk menentukan nasib sendiri tidak akan pernah terwujud, dan kemudian Anda dapat hidup sebagai individu kelas lima, kelas enam di Israel.” Katanya mengulangi perkataan tokoh politik tersebut.
Pilihan kedua bagi rakyat Palestina adalah bermigrasi, seperti yang biasanya mereka sebut dengan “transfer secara sukarela”, meski itu merupakan bentuk “pengusiran dengan persetujuan.”
Baca Juga: Upah Buruh Naik Rp3,18 Juta Per Agustus 2023, Ini Daftar Provinsi Paling Tertinggi
Dan pilihan ketiga, “jika Anda tidak setuju untuk menyerah dan tidak setuju untuk pindah dan Anda menolak, tentara Israel akan tahu apa yang harus dilakukan terhadap Anda.” Katanya.
Inilah yang terjadi sekarang di Gaza dan Tepi Barat. Israel benar-benar melaksanakan rencana politiknya dari para pemukim fasis ekstrem ini.
Sementara di Amerika, kalangan Yahudi melakukan demonstrasi atas serangan Israel ke Gaza sejak awal pecahnya perang.