ASPIRASIKU – Pentingnya menjaga kesehatan mental menjadi topik yang digaungkan oleh Gen Z.
Ditambah maraknya isu terkait penyakit mental yang muncul, pentingnya menjaga kesehatan mental menjadi konsen bagi generasi sekarang.
Pentingnya menjaga kesehatan mental juga tergambar dari sebuah tanda di suatu pagar dengan pesan yang menghangatkan hati, "Terima kasih telah mengambil sikap melawan stigma!"
Baca Juga: Ide Masak Sore-sore, Resep Capit Kepiting Asam Manis, Enaknya Bikin Nagih
Pesan ini mencerminkan perjuangan melawan stigma kesehatan mental, sebuah isu global yang telah lama menghantui masyarakat.
Menurut data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), lebih dari 264 juta orang di seluruh dunia menderita depresi, sebuah kondisi yang, jika tidak ditangani dengan baik, dapat berujung pada bunuh diri.
Depresi tidak memandang batasan usia, dan penyebabnya dapat bervariasi dari kecemasan, gangguan penggunaan narkoba dan alkohol, hingga masalah biologis seperti gangguan afektif bipolar.
Dampak buruknya jelas, dengan hampir 800.000 nyawa yang hilang setiap tahunnya akibat bunuh diri. Inilah sebabnya mengapa kesadaran kesehatan mental menjadi krusial.
Meskipun kesadaran akan pentingnya kesehatan mental semakin meningkat, stigma terhadap masalah ini masih menjadi kenyataan yang sulit dihindari.
Mencari bantuan sering kali dianggap sebagai tanda kelemahan atau sesuatu yang menimbulkan rasa malu. Namun, apakah stigma ini telah mengalami perubahan belakangan ini?
Baca Juga: SAH! Per 1 Januari 2024, Gaji Buruh Naik Rp83 Ribu, Ini Dasar Penetapan UMP Lampung 2024
Stigma kesehatan mental sering kali muncul dari ketakutan atau kurangnya pemahaman.
American Psychiatric Association (APA) mengidentifikasi tiga jenis stigma yang berkaitan dengan kesehatan mental: stigma publik, stigma diri, dan stigma institusional.
Stigma publik adalah sikap negatif dari orang lain terhadap penyakit mental, sementara stigma diri melibatkan sikap negatif yang dimiliki penderita terhadap penyakit mereka sendiri.