ASPIRASIKU - Pada 9 Maret 2022 Rektorat ITB memberikan pernyataan terkait Sekolah Bisnis dan Manajemen ITB atau biasa disebut SBM ITB.
Dalam pernyataan tersebut rektorat menyampaikan bahwasannya pengelolaan keuangan SBM ITB yang 'swakelola dan otonomi' tidak sesuai dengan Statuta ITB.
Hal inilah yang mendasari Rektor ITB saat ini mencabut swadana dan swakelola SBM ITB hingga berbuntut pengunduran diri para jajaran dekanat SBM ITB.
Hal ini berdampak pula pada kegiatan belajar mengajar Mahasiswa yang ditiadakan baik daring maupun luring.
Buntut panjang perseteruan yang sangat merugikan bagi banyak pihak ini menarik perhatian publik dan netizen hingga topik SBM ITB masih menjadi topik populer.
Berikut cerita garis besar konflik Rektor-Dosen SBM ITB yang dikutip oleh Aspirasiku dari postingan twitter @gluclich00 pada 10 Maret 2022.
Thread ini telah disukai sebanyak 1844 kali, diretweet sebanyak 480 kali dan dikutip sebagai referensi oleh pengguna lain sebanyak 193 kali.
Baca Juga: Pemerintah Keluarkan Aturan Baru untuk Event Olahraga : Jumlah Penonton Disesuaikan Tingkat PPKM!
1. Sejarah Berdirinya SBM ITB
SBM ITB berdiri dengan konsep swadaya swakelola yang artinya mereka tidak mendapatkan uang dari ITB melainkan SBM harus membiayai dirinya sendiri.
Pada awal berdiri disepakati 80 persen pendapatan SBM dikelola sendiri dan 20 persen untuk setoran kepada ITB.
Seiring berjalannya waktu, pendapatan SBM naik pesat dan muncullah negosiasi baru hingga memunculkan angka 70 persen oleh SBM dan 30 persen untuk ITB. Semua ini kemudian berjalan dengan lancar.
2. Konsep Baru oleh Rektor Baru
Naiknya rektorat baru ITB memunculkan konsep baru pengelolaan dana yaitu pengelolaan anggaran yang terintegrasi.
Rektor mencabut kemandirian Fakultas/Sekolah di ITB, pengelolaan dana pengeluaran maupun pendapatan tidak boleh lagi dikelola oleh fakultas.
Secara mudah, konsep baru yang diusung rektorat baru adalah semua uang mahasiswa yang masuk adalah milik ITB, kebutuhan fakultas akan dibagi sesuai keputusan rektor.
Konsep yang lebih mirip pengelolaan terpusat daripada terintegrasi ini jelas tidak sesuai dengan pendirian SBM tahun 2003, apalagi dikatakan bahwa prioritas rektorat berbeda dengan prioritas SBM.