“Apabila saya meninggal dunia saya ingin dikuburkan di Jakarta, tempat diprolamasikannya Indonesia merdeka. Saya tidak ingin dikubur di makam pahlawan (Kalibata). Saya ingin dikubur di tempat kuburan rakyat biasa yang nasibnya saya perjuangkan seumur hidup saya.”(Muhammad Hatta – 1975)
ASPIRASIKU - Sosok tokoh penting Republik Indonesia, Mohammad Hatta atau yang akrab kita sapa Bung Hatta merupakan Pahlawan Nasional yang berperan penting saat bangsa merebut kemerdekaannya.
Namun faktanya, di akhir masa hidupnya, tidak hanya Soekarno, Bung Hatta juga mengalami situasi yang cukup memprihatinkan. Sang anak, Meutia Hatta, membeberkan kisah ayahnya di siaran acara Mata Najwa.
Dikutip Aspirasiku dari tayangan instagram @matanajwa yang diunggah hari ini, 20 Agustus 2021, Meutia mengungkapkan kisah memprihatinkan Bung Hatta yang enggan adimakamkan di Taman Makam Pahlawan (TMP) Kalibata, Jakarta. Mengapa demikian? Berikut pernyataan dari Meutia Hatta saat diwawancarai oleh Najwa Shibab;
Baca Juga: Viral Bule Beli Burung untuk Dilepaskan ke Alam Bebas, Ini Maksudnya
“Adakah alasan lain selain ingin bersama dengan rakyat yang memang diperjuangkannya seumur hidupnya, ibu?,” tanya Najwa Shihab.
“Memang rakyat itulah sumber utama yang dipikirkan beliau,” jawab Meutia Hatta, “ada juga orang-orang yang tidak cocok di sana (TMP Kalibata). Jadi agak mengecewakan.”
“Jadi sampai akhir hayatnya pun konsistensi itu (membela rakyat) terlihat,” kata Najwa Shihab.
“Iya, dan Pak Harto mengikuti konsistensi lalu memilih di Tanah Kusir,” terang Meutia Hatta.
Baca Juga: Buruan Cek Pengumuman Masa Sanggah CPNS 2021, Berikut Caranya
Di kesempatan yang sama, Sejarawan JJ Rizal juga menjelaskan alasan lain. Menurutnya hal ini dikarenakan Bung Hatta yang kecewa karena Bung Karno masuk penjara dan PNI dibubarkan.
Saat Bung Hatta pulang dari Belanda, kemudian dia kecewa dengan Bung Karno karena masuk penjara dan PNI dibubarkan.
Dijelaskan JJ Rizal, setelah dibubarkan Bung Hatta membuat PNI Baru. Ia membuat surat kabar corong bernama ‘Daulat Rakyjat’.
Jadi, ditegaskan oleh JJ Rizal, mahkota dari perjuangan itu sendiri adalah rakyat dan itu sebagai pengganti dari Daulat Tuanku.