ASPIRASIKU - Pada 22 Desember 2018 bencana tsunami melanda wilayah Selat Sunda, khususnya Banten, Serang dan Lampung. Tsunami terjadi akibat erupsi Gunung Anak Krakatau (GAK).
Peristawa bencana tsunami yang melanda wilayah Selat Sunda itu merupakan bencana alam terbesar untuk wilayah setempat dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir.
Dari data yang dihimpun ada beberapa fakta soal terjadinya bencana tsunami Selat Sunda. Tepat di hari sebelumnya, yakni pada 21Desember 2018 pukul 13.51 WIB, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengumumkan erupsi Gunung Anak Krakatau berada di level waspada.
Baca Juga: Kumpulan Puisi Hari Ibu Nasional 2021 Menarik dan Berkesan
Kemudian, pada 22 Desember 2018 pukul 07.00 WIB, BMKG mengeluarkan peringatan dini potensi gelombang tinggi di sekitar perairan Selat Sunda.
Erupsi dan gelombang tinggi ini disebutkan memicu gelombang tsunami di perairan Selat Sunda.
Letusan Terbesar Gunung Krakatau
Pada 26 Agustus 1883, tepatnya 138 tahun lalu, Gunung Krakatau meletus untuk pertama kalinya. Letusan ini menjadi sejarah hebat dunia.
Krakatau mengamuk selama dua hari, mulai dari 26-27 Agustus 1883. Dahsyatnya letusan krakatau pada saat itu berdampak langsung pada perbuhan iklim di seluruh penjuru dunia.
Baca Juga: Chord Gitar Iwan Fals - Ibu Kunci Dasar untuk Memperingati Hari Ibu Nasional 2021
Letusan Krakatau menyebabkan perubahan iklim global. Dunia sempat gelap selama dua setengah hari akibat debu vulkanis yang menutupi atmosfer.
Matahari bersinar redup sampai setahun berikutnya. Hamburan debu dikabarkan tampak hingga langit Norwegia hingga New York.
Berdasarkan kajian geologi, letusan Gunung Krakatau di masa lampau menyisahkan kepulauan vulkanik: Pulau Rakata, Pulau Anak Krakatau, Pulau Sertung, dan Pulau Panjang (Rakata Kecil) yang berada di Selat Sunda, tepatnya di tengah Pulau Jawa dan Sumatra.